TUGAS 2
HUBUNGAN INDUSTRIAL
TUTOR :IBU HELVONI MAHRINA S.E MM
Disusun oleh:
Vera Okta viana Dewi
030149086
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UPBJJ UNIVERSITAS TERBUKA TAIWAN
TAHUN AKADEMIK
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling ditakuti oleh pekerja akan tetapi sangat lazim dan sering ditemui di Indonesia. Apa pun penyebab berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dan karyawannya disebut dengan PHK.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
BAB 11
PEMBAHASAN
1. faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya PHK
Berdasarkan putusan-putusan hakim PHI mengenai PHK yang diteliti dalam tesis ini, ada beberapa faktor penyebab terjadinya PHK tersebut, antara lain: 1. Adanya kinerja yang tidak baik; 2. Adanya penolakkan dari pekerja/buruh untuk menandatangani surat kontrak; 3. Karena kesalahan berat yang dilakukan oleh pekerja/buruh; 4. Adanya tuntutan dari pekerja/buruh untuk diangkat menjadi pegawai tetap; 5. Adanya efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan yang menyebabkan terjadinya PHK.
2. kompensasi yang diberikan kepada pekerja/buruh yang di PHK berdasarkan putusan hakim PHI dan peranan hakim PHI dalam memberikan kepastian hukum terhadap kasus-kasus PHK. PHK selalu memiliki akibat hukum, baik terhadap pengusaha maupun terhadap pekerja/buruh itu sendiri. Akibat hukum dimaksud adalah bentuk pemberian kompensasi upah kepada pekerja/buruh yang hubungan kerjanya terputus dengan pengusaha. Berdasarkan putusan-putusan yang dianalisis dalam tesis ini, dasar pertimbangan hakim PHI dalam pemberian kompensasi upah kepada pekerja/buruh yang di PHK adalah adanya perbuatan melawan hukum, maka hakim memutuskan pembayaran upah yang wajib dipenuhi oleh pihak pengusaha harus sesuai dengan ketentuan UMP/UMK di Sumatera Utara, kemudian dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dan kekurangan-kekurangan upah pekerja/buruh, pengusaha juga berkewajiban untuk membayarkannya.
3. peranan pengadilan penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial dalam memberikan kepastian hukum terhadap kasus-kasus PHK terlihat dalam setiap putusannya. Kepastian hukum dapat berarti keharusan adanya suatu peraturan. Walaupun peraturan-peraturan mengenai hukum ketenagakerjaan tidak terhimpun dalam suatu kodifikasi, peraturan tersebut tetap dapat memberikan suatu kepastian hukum. Terkecuali Undang-Undang tidak ada mengaturnya, maka hakim harus menemukan hukumnya (sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004). Kepastian hukum dapat juga berarti memberikan perlindungan terhadap individu yang disewenang-wenangkan oleh individu lain. Pelaksanaan PHK ini seharusnya mengikuti prosedur hukum sesuai ketentuan perundang-undangan sehingga pada akhirnya tidak menimbulkan perselisihan yang berakhir sampai ke pengadilan.
BAB 111
KESIMPULAN
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang juga dapat disebit dengan pemberhentian pemisahan memiliki pengertian sebagai sebuah pengakhiran hubungan kerja dengan alasan tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan.
Jadi pemutusan hubungan kerja itu masih bisa dicegah Agar pengangguran di negara ini tidak semakin banyak.
SARAN
1. Seharusnya jika ingin melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) harus beracuan dengan UU agar tidak ada yang dirugikan baik pihak perusahaan ataupun pihak karyawan
2. Dan bilamana karyawan telah di PHK dari suatu perusahaan sebaiknya memiliki pekerjaan pengganti. Agar perekonomiannya tetap berjalan baik. Bisa memulai dengan berwirausaha atau membuat peluang kerja baru.
SUMBER
Zulhartati, Sri. April,2010. Pengaruh Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Karyawan Perusahaan. Pendidikan IPS, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak. Jurnal Pendidikan Sosiologo dan Humaniora Vol. 1. No 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar